Radikalisme merupakan faham, wacana dan aktivisme yang berupaya mengubah sistem politik, ekonomi, sosial dan budaya yang ada secara radikal. Oleh karena itu radikalisme-Islamisme, yaitu faham, wacana dan aktivisme yang bertujuan mengubah sistem di atas secara radikal agar menjadi sistem Islami (versi mereka). Radikalisme memiliki dua dimensi terpenting : (1) Kekerasan, dalam pengertian menerima kekerasan sebagai cara yang sah untuk mengubah sistem yang ada dan (2) Usaha aktif dan militan melakukan perubahan didalam masyarakat secara radikal walaupun tidak selalu menggunakan kekerasan.
Setidaknya sudah berjalan lebih dari satu decade, kita menyaksikan bahkan merasakan adanya gerakan dengan ciri-ciri sebagai gerakan radikal dengan isu mendirikan negara khilafah. Guna mendapatkan dukungan khususnya dari kalangan muda, mereka mengusung isu “Indonesia masih jahiliyyah (kafir)” karena tidak menggunakan syari’ah (al-Qur’an dan al-Sunnah) sebagai dasar berbangsa dan bernegara. Sebagai indikasinya menurut mereka, negara tidak mewajibkan perempuan agar bercadar, tidak menerapkan hukuman potong tangan, qishas, diyat dan lain sebagainya. Oleh karena itu menurut mereka, pemerintah Indonesia mulai pusat sampai yang paling bawah serta pihak mana saja yang mendukungnya dianggap kafir dan halal diperangi.
Nahdlatul Ulama’ memiliki sikap tegas jelas tentang khilafah dan takfir (menghukumi seseorang sebagi kafir), yaitu :
Khilafah.
Khilafah sebagai system pemerintahan tidak ditemukan dalil nashnya, namun ia merupakan persoalan ijtihadiyyah, karena bagi NU negara dengan pemerintahannya adalah sarana guna mencapai tujuan, sehingga negara sebagaimana Indonesia yang tidak menggunakan system khilafah, tidaklah serta merta sah disebut negara kafir, walaupun ada sebagian hukum-hukum Islam tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna.
Pandangan seperti ini telah diputuskan PWNU Jawa Timur melalui bahtsul masailnya di Genggong pada tahun 2007 dan di Pesma al-Hikam Malang tahun 2006, yaitu :
Pertanyaan :
Adakah tuntutan Syari'ah berbentuk dalil nash yang mengharuskan pembakuan bentuk khilafah dalam sistem ketatanegaraan Islam ?
Jawaban :
Tidak ditemukan dalil nash mengenai hal itu, karena bentuk pemerintahan sistem khilafah adalah masalah ijtihadiyyah, dan adanya sebagian hukum syari’at Islam yang belum dapat dilaksanakan walaupun akibat kecerobohan umat Islam, tidak dapat merubah status negara sebagai negara kafir.
شرح النووي على صحيح مسلم جز12 ص 161 للأمام النووي
عن سَالِمِ بنِ عَبْدِ الله بنِ عُمَر عن أَبِيهِ قَالَ ،: قِيلَ لِعُمَرَ بنِ الْخَطَّابِ: لَوْ اسْتَخْلَفْتَ. قَالَ إِنْ أَسْتَخْلِفْ فَقَدْ اسْتَخْلَفَ أَبُو بَكْرٍ وَإِنْ لَمْ أَسْتَخْلِفْ لَمْ يَسْتَخْلِفْ رَسُولُ الله وفي هذا الحديث دليل أن النبي صلى الله عليه وسلّم لم ينص على خليفة وهو إجماع أهل السنة وغيرهم
الجهاد فى الإسلام ص : 81
يلاحظ من معرفة هذه الأحكام أن تطبيق أحكام الشريعة الإسلامية ليس شرطا لاعتبار الدار دار الإسلام ولكنه حق من حقوق دار الإسلام الله إياها فإن هذا التقصير لا يخرجها عن كونها دار الإسلام ولكنه يحمل المقصرين ذنوبا وأوزارا. اهـ
شرح المحلى على جمع الجوامع جز 2 ص 275 لجلال الدين المحلي
قال صلى الله عليه وسلم "«الخلافة من بعدي ثلاثون سنة ثم تكون ملكاً» أي تصير. أخرجه أبو حاتم وأحمد في المناقب،
شرح النووي على مسلم - (ج 6 / ص 291)
وَفِي هَذَا الْحَدِيث : دَلِيل أَنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَنُصّ عَلَى خَلِيفَة ، وَهُوَ إِجْمَاع أَهْل السُّنَّة وَغَيْرهَا
Pertanyaan :
Bagaimana kecenderungan mufassirin dalam menyimpulkan perintah memasuki Islam secara kaffah sesuai teks ayat : أدْخـُلوُا فِى السِّـلْمِ كَافَّةً (QS. al-Baqarah : 208)?
Jawaban :
Kecenderungan mufassirin dalam menafsirkan perintah masuk Islam secara kaffah ada dua golongan yaitu:
a) Perintah masuk Islam bagi seluruh umat manusia.
b) Perintah terhadap umat Islam agar menerapkan syari’at secara penuh dengan sekuat kemampuannya.
التفسير الكبير للإمام فخر الدين محمد بن عمر الرازى {ط.دار الكتب العلمية}
(يَاأيُّهَا الذِيْنَ آمَنُوا) بِالألْسِنَةِ (أدْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَافَّةً) أى دُومُوا عَلَى الإِسْلاَمِ فِيمَا يَسْتَأنِفُوْنَهُ مِنَ العُمْرِ وَلاَ تَخْرُجُوا عَنْهُ وَلاَ عَنْ شَرَائِعِهِ .... الى أن قال ... قَالَ القَفَّالُ (كافة) يَصِحُّ أنْ يُرْجَعَ الَى المَأمُورِينَ بِالدُّخُولِ اى أُدْخُلُوا بِأجْمَعِكُمْ فِى السِّلمِ وَلاَ تَفَرَّقُوا وَلاَ تَخْتَلِفُوا - الى ان قال- وَيَصْلُحُ أنْ يُرْجَعَ اِلَى الإِسْلاَمِ كُلِّهِ اى فِى كُلِّ شَرَائِعِهِ، قالَ الوَاحِدِى رَحِمَهُ الله: هَذَا ألْيَقُ بِظَاهِرِ التَّفْسِيرِ لأنَّهُمْ أُمِرُوا بِالقِيَامِ كُلِهَا
Takfir
Persoalan menghukumi kafir, bagi NU adalah persoalan berat dan berhaya. Rusululah bersabda:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ قَالَ «إِذَا كَفَّرَ الرَّجُلُ أَخَاهُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهَمَا».
PWNU di Tulungagung tahun 2013 telah memutuskan mengenai kreteria takfir (menghukumi kafir), yaitu :
Pertanyaan:
Sejauh mana tuduhan kafir pada person, institusi atau kelompok orang dapat dibenarkan dibenarkan?
Jawaban:
Menuduh kafir kepada person atau intitusi tidak dapat dibenarkan, kecuali yang dituduh benar-benar terbukti melakukan sebab kekafiran.
قال العلامة الامام السيد أحمد مشهور الحداد وقد انعقد الاجماع علي منع تكفير أحد من أهل القبلة الا بما فيه نفي الصانع القادر جل وعلا اوشرك جلي لايحتمل التأويل اوانكار النبوة اوانكار ماعلم من الدين بالضرورة اوانكار متواتر اومجمع عليه ضرورة من الدين والمعلوم من الدين ضرورة كالتوحيد والنبوات وختم الرسالة بمحمد صلي الله عليه وسلم والبعث في اليوم الأخر والحساب والجزاء والجنة والنار يكفر جاحده ولايعذر أحد من المسلمين بالجهل به الا من كان حديث عهد بالاسلام فانه يعذر الي ان يتعلمه ثم لايعذر بعده الي ان قال وان الحكم علي المسلم بالكفر في غير هذه المواطن التي بيناها أمر خطير وفي الحديث "اذا قال الرجل لأخيه ياكافر فقد باء بها أحدهما" (رواه البخاري) ولا يصح صدوره الا ممن عرف بنور الشريعة مداخل الكفر ومخارجه والحدود الفاصلة بين الكفر والايمان في حكم الشريعة الغراء (مفاهيم يجب ان تصحح ص 81 و 82 للسيد محمد بن علوي بن عباس المالكي المكي الحسني)
Al-Allamah al-Imam al-Sayyid Ahmad Masyhur al-Haddad berkata, telah menjadi ijma’ tidak boleh mengkafirkan siapapun dari ahli kiblat kecuali sebab yang mengandung penafian (pengingkaran) terhadap wujud Allah al-Shani’ al-Qadir Jalla wa ‘Ala, syirk jaliy yang tidak mungkin ditakwil, pengingkaran kenabian, pengingkaran hukum yang telah maklum dari agama secara dlaruriy (pasti), pengingkaran hadits mutawatir, pengingkaran hukum yang telah menjadi ijma’ secara dlaruriy dari agama. Persoalan yang telah maklum secara dlaruriy seperti tauhid, kenabian, penutup kerasulan dengan Nabi Muhammad SAW, ba’ats di hari akhir, hisab dan jaza’, surga dan neraka.
Orang yang mengingkarinya adalah kafir dan tidak seorangpun diterima alasan ketidak tahuannya kecuali ia baru masuk agama Islam, maka ia dapat diterima alasannya sampai dia belajar agama, kemudian sesudah itu tidak diterima alasannya ….sampai ungkapan muallif…Sesungguhnya menghukumi orang Islam dengan kufur dalam selain tempat-tempat yang telah kami jelaskan, adalah urusan yang berbahaya. Dijelaskan dalam hadits “apabila seseorang memanggil kawannya “hai kafir”, maka sungguh salah satu dari keduanya telah kembali (murtad)”. HR : Bukhari. Vonis kufur tidaklah sah kecuali dari orang yang sebab cahaya syari’ah, ia mengetahui celah-celah masuk kedalam kekufuran dan celah-celah keluarnya, serta batas-batas pemisah antara kufur dan iman menurut hukum syari’at yang cemerlang.
0 Response to "Radikalisme di Mata NU"
Posting Komentar