Saya ingin menjelaskan pandangan saya, sebagai pimpinan ITS, yang bersikap melarang kegiatan dalam bentuk apapun oleh civas kita yang mempropagandakan "penegakan khilafah dan meninggalkan demokrasi". Hal ini agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi, khususnya bagi umat Islam.
Dalam menjalani kehidupan di bumi pertiwi ini, ada pegangan yang menjadi acuan bagi kehidupan berkebangsaan (ragawi, horizontal, habluminannas) dan berkeagamaan (ruhani, vertikal, habluminallah).
Untuk kehidupan berkebangsaan, maka ada 2 pegangan yang digunakan, yaitu landasan konstitusional (UUD 1945) dan landasan ideologi (Pancasila). Sedangkan untuk kehidupan berkeagamaan, khususnya umat Islam, juga terdapat 2 pegangan yaitu Al Quran dan Al Hadist.
Artinya, kita wajib mengikuti kedua pegangan itu secara horizontal dan vertikal sekaligus, sebab jika melanggar salah satunya, kita akan mendapat konsekuensi hukum. Untuk urusan kebangsaan maka negara akan memberi sanksi, sementara untuk urusan keberagamaan, maka Allah SWT yang akan menjadi Penghukumnya. Walaupun begitu, dalam ajaran agama Islam, seseorang yang melanggar urusan kebangsaan juga dapat memperoleh hukuman dariNYA. Misalnya seseorang melakukan upaya pengemplangan pajak, sesuatu yang menjadi kewajiban kita sebagai WNI, akan mendapat hukuman dari negara tentunya, berupa denda atau bahkan penjara. Atas hal ini, dari Allah SWT pun kita juga insyaallah akan mendapat catatan kesalahan/dosa. Ini bukan soal karena kita melanggar hukum negaranya, tapi atas dasar karena kita telah melakukan ketidakjujuran, kebohongan atau juga penggelapan terhadap sesama (dalam hal ini negara), sesuatu yang dilarang dalam agama Islam.
Ketika kita terlahir dan berkehidupan di negara Indonesia, maka semua hal yang berkaitan dengan ketentuan hukum di Indonesia berlaku atas diri kita. Termasuk prinsip dalam menerapkan ideologi kebangsaan, yaitu Pancasila, dan konstitusi negara kita yaitu UUD 1945. Artinya secara nasional, ini menjadi kesepakatan bersama yang harus ditaati.
Kebebasan kita dalam menjalankan keberagaam kita juga DIJAMIN dalam peraturan perundangan yang berlaku. Dalam Pancasila, hal ini dinyatakan sebagai Sila yang Pertama, yang memberi kebebasan bagi kita untuk menjalankan kehidupan sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianut kita masing-masing.
Karena itu, apapun yang bertentangan dengan prinsip yang berlaku di negara ini, tentunya tidak dapat kita paksakan untuk diberlakukan apalagi jika melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan tata aturan yang berlaku. Contohnya, apabila seseorang berkeyakinan bahwa prinsip khilafah lebih baik daripada prinsip demokrasi yang saat ini berlaku di negara kita, maka hal ini bisa mempunyai dampak hukum apabila disampaikan dengan cara yang salah. Maksudnya, apabila keyakinan itu kemudian disampaikan secara terbuka dengan mengajak orang lain untuk meninggalkan demokrasi dan menggantinya dengan khilafah, itu bisa dikategorikan melawan negaranya sendiri, bahkan busa dianggap makar. Ini berbahaya.
Dalam hal ini saya TIDAK berbicara, apakah khilafah itu benar atau salah, baik atau buruk. BUKAN. Sebab hal itu urusan lain yang berkaitan dengan keyakinan bathin seseorang dari keyakinan yang dianutnya. Jadi saya tidak membahas soal prinsip-prinsip dalam agama Islam.
Yang saya bahas disini adalah bahwa ITS sebagai lembaga pendidikan tinggi milik pemerintah bangsa dan negara Indonesia, tentunya harus patuh dan menjalankan apa yang menjadi landasan yang telah disepakati secara nasional untuk berkehidupan kebangsaan. Karenanya kita tidak akan membiarkan kegiatan apapun yang dengan alasan apapun bertentangan dengan landasan yang berlaku tersebut.
Jadi saya bicara soal etika dan tata aturannya bukan soal prinsip keyakinannya. Lalu bagaimana kalau kita ingin keyakinan kita itu diakui dan diterapkan negara? Seperti yang pernah dikatakan Bung Karno, kalau kita ingin menerapkan semua landasan hukum dalam agama kita di negara ini, maka rebutlah sumber-sumber kekuasaan negara secara konstitusional, bukan dengan cara
aksi jalanan, demo atau gerakan bawah tanah sehingga hal ini justru akan dianggap sebagai tindakan makar yang berarti memusuhi negara. Karena itu, saya sebagai Rektor tidak membenarkan mahasiswa dengan atribut ITS meneriakkan dan mengajak mahasiswa lain melawan negaranya sendiri. Ini berarti pengingkaran terhadap janji dan kesepakatan kita sebagai warga negara. Karena itu, harus ditindak dan dicegah. Kita tidak akan membiarkan kegiatan melawan negara berlangsung di dalam kampus, atau diluar kampus dengan mengatasnamakan ITS (termasuk menggunakan jaket almamater). Sikap saya ini, bukan berarti saya menyalahkan ajaran agama, tidak sama sekali! Sebab yang saya cegah dan tindak adalah kegiatan melawan hukum yang dilakukan di wilayah yuridiksi Indonesia. Itu saja.
Warga Negara yang baik tidak akan pernah melanggar wilayah hukum negara DAN agamanya... Sebab dia sadar walaupun menurut keyakinannya adalah benar, dia harus menyalurkannya dalam koridor tata aturan hukum dan etika yang berlaku, tidak bisa semaunya sendiri dan seenaknya.
Mudah2an tulisan saya ini memberi pemahaman tentang prinsip-prinsip yang harus ditaati oleh kita semua, khususnya di dalam kampus ITS bagi para civas. Apa yang sudah tertata dalam prinsip berkebangsaan dan berkeagamaan selama ini hendaknya kita jaga bersama dengan cara-cara yang benar dan bermartabat. Jangan jatuhkan keagungan agama kita oleh sikap perilaku kita sendiri yang salah, tidak beretika dan melawan hukum, yang pada akhirnya justru membuat agama kita semakin terpuruk di mata penganut agama lainnya, bahkan internasional.
Semoga kita semua selalu dilindungi Allah SWT terhadap tindakan yang tidak adil dan aniaya terhadap orang lain. Demikian, semoga menjadi perhatian.
Joni Hermana
Rektor ITS
0 Response to "Sikap Rektor Dalam Pelarangan Kegiatan Propaganda Khilafah bagi Civas ITS"
Posting Komentar